Cinta Pertama: Sebuah Kenangan Masa SD

    Cinta pertamaku adalah teman sekelasku saat SD. Ia ketua kelas yang sering menjadi bahan candaan teman-teman kami. Mereka kerap menjodohkan kami dengan menuliskan "aku cs dia" di kertas dan menaruhnya di meja kami, atau menuliskan di papan tulis saat istirahat. Di tahun 1999, istilah "cs" yang merupakan singkatan dari "cinta sejati" tengah populer untuk menjodohkan seseorang. Alasan teman-temanku sering menjodohkan kami adalah karena dia sering mengusikku. Ia menyembunyikan penggarisku, meledekku, dan melakukan hal iseng lainnya. Yang menarik, ia hanya bersikap seperti itu padaku, tidak pada semua perempuan di kelas.

    Sebelum dijodoh-jodohkan, kami biasa saja, namun sejak saat itu kami mulai risih dan menjauh satu sama lain. Aku menghindari berbicara atau mendekatinya, dan dia pun begitu. Setiap kali kami terlihat berbicara, teman-teman kami akan bersorak "cie". Lima tahun berlalu seperti itu, kami tak saling bertegur sapa hingga lulus SD. Awalnya aku tidak terlalu peduli, namun lama-kelamaan aku mulai tertarik padanya dan jatuh cinta. Dia tampan dan yang paling keren, dia adalah ketua kelas dari kelas 1 hingga 6. Karisma dan kepemimpinannya membuatnya tampak lebih keren di mataku. Dia bisa mengatur semua anak, bahkan yang paling bandel sekalipun.

    Sejujurnya, aku tidak terlalu ingat semua yang kami alami selama SD. Namun, ada beberapa kejadian yang masih teringat jelas: saat dia diam-diam membantuku menyapu kelas saat piket, memberikan contekan saat aku kesulitan mengerjakan tugas, dan mencarikan barangku yang hilang.

    Setelah lulus SD, kami melanjutkan ke SMP yang berbeda. Aku di SMP negeri dan dia di SMP swasta, namun lokasinya masih searah. Meskipun begitu, aku tetap mencintainya. Aku tidak pernah mengungkapkan perasaanku, namun aku yakin dia sadar. Saat di SMP, teman-temanku mulai tertarik pada cowok di sekolah kami, bahkan ada yang pacaran. Namun, aku tidak tertarik pada cowok di sekolahku. Aku bercerita kepada teman-temanku bahwa aku menyukai teman SD-ku, dan mereka kaget karena aku bisa menyukai seseorang selama itu.

    Suatu hari, saat pulang sekolah, aku dan temanku sedang jajan di depan sekolah sambil duduk dan ngobrol. Tiba-tiba ada suara yang memanggil namaku, "Rany!" Aku menoleh dan ternyata itu dia, mengayuh sepedanya sambil tersenyum ke arahku. Perasaanku kacau, aku gemetar hebat. Dia berlalu begitu saja, tanpa berhenti, dan aku hanya diam terperangah. Temanku langsung menepukku dan bertanya, "Siapa? Itu dia?" Aku masih terdiam dan gemetar. Setelah menenangkan diri, aku menjawab, "Ya, itu dia!" Temanku bersorak gembira, hatiku pun sama. Namun, aku juga merasa sedih karena harapanku untuk bersamanya menjadi lebih besar. Itu adalah terakhir kalinya aku bertemu dengannya saat SMP. Hingga lulus, aku tidak pernah berkomunikasi atau bertemu dengannya lagi, namun harapanku tetap sama.

    Saat SMA, aku bertemu dengan kakak kelasku yang ternyata tinggal satu lingkungan denganku dan mengenal beberapa teman SD-ku. Dari situ, aku menyambung komunikasi kembali dengan beberapa teman SD dan kami menjadwalkan reuni di rumah salah satu teman. Di sana, aku bertemu lagi dengannya, tetapi dia datang bersama pacarnya. Teman-teman SD-ku berceloteh seakan mengasihaniku karena aku belum pernah pacaran dan dianggap tidak bisa move on darinya.

    Reuni berikutnya terjadi saat aku sudah kuliah. Dia datang sendiri kali ini dan meminta nomor teleponku. Kami bertukar nomor dan dia bercerita bahwa dia sudah putus dengan pacarnya. Kami pun mulai berkomunikasi intens layaknya pasangan yang sedang PDKT. Akhirnya, dia mengungkapkan bahwa dulu saat SD, dia menyukaiku namun takut mendekat karena teman-teman selalu menyoraki kami. Aku pun mengungkapkan perasaanku. Dia memintaku untuk menjadi pacarnya, dan aku mengiyakan. Kami pernah reuni di rumah teman yang lokasinya cukup jauh, dan dia menjemputku dengan sepeda motor. Teman-teman kami yang sudah dewasa tidak seribut dulu melihat kami berdekatan, tetapi mereka belum tahu bahwa kami berpacaran.

    Namun, tak lama setelah itu, aku bercerita kepada salah satu teman SD bahwa aku berpacaran dengannya. Temanku langsung menanyakannya di depan banyak orang, dan dia menyangkal bahwa kami berpacaran, menyebut kami hanya teman. Temanku menuduhku berbohong dan menyebut dia mungkin malu mengakui di depan teman-teman. Aku sakit hati dan merasa dipermainkan. Akhirnya, aku menghubunginya dan memutuskan hubungan kami. Setelah memutuskan, hatiku malah merasa lega karena tidak lagi berambisi dengannya.

    Beberapa bulan kemudian, aku diberitahu bahwa dia akan menikah karena telah menghamili pacarnya yang masih SMA. Dia tidak mengundangku karena malu, hanya mengundang beberapa teman SD yang cowok. Dari situ, aku banyak merenung, betapa Allah sayang padaku. Ada saja cara-Nya menghindarkanku dari berbagai keburukan. Sebagai manusia, pengetahuan kita terbatas, sedangkan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Yakinlah dengan takdir-Nya, asalkan kita terus beribadah sesuai perintah-Nya dan berusaha maksimal. Aku yakin Dia tidak akan mencelakai hamba-Nya, karena Dia Maha Pengasih dan tak pernah pilih kasih.

Share:

0 komentar